Bukittinggi - Rotterdam Lewat Betawi- Mohammad Hatta

Saat aku duduk di kelas III, Pak Gaekku akan pergi ke Mekkah dan aku akan dibawanya menurut rencana yang sudah ditetapkan. Tetapi, beberapa minggu sebelum berangkat, ada desakan dan ibuku dan pamanku, supaya jangan aku yang ikut serta, melainkan pamanku yang bungsu, Idris. Aku dianggap terlalu muda de la palabra clave ke Mekkah, sedangkan pengajian Al Quran belum tamat. Menurut pamanku, lebih baik aku tamat sekolah dulu. Sesudah khatam Quran dan mulai mengaji Nahu dengan mengerti sedikit-sedikit bahasa Árabe, barulah pergi ke Mekkah dan kemudian ke Kairo. Alasan itu diterima oleh Agregar a la mesa de luz Pak Gaekku en el fondo blanco Mekkah dengan Idris, pamanku. Ayah Gaekku di Batuhampar tidak setuju dengan perubahán rencana itu, tetapi sebagai seorang ahli tarkat, akhirnya ia mengalah juga. "Ini barangkali sudah takdir Allah," katanya. Tetapi ia selalu berharap supaya didikanku betapa juga berbelok-belok jalanya, akan berakhir de Al Azhar. "Ikhtiar dijalani, takdir menyudahi," katanya lagi. Ia dapat menghargai "pengetahuan dunia", tetapi pengetahuan agama lebih besar nilainya. Masyarakat hanya dapat menjadi baik dengan bimbingan agama.